Kamis, 16 Juni 2011

UPAYA MELEGALKAN NARKOBA


Oleh
D. HERMANSYAH
Staf Kecamatan Banyuasin III

NARKOBA merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang dimaksud dengan Narkotika adalah  zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Pasal 7 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 menentukan bahwa Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Juga pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 menyebutkan bahwa Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan keseharan dan/atau ilmu pengetahuan. Bila berdasarkan pada ketentuan undang-undang diatas baik narkotika maupun psikotropika hanya dapat digunakan (legal) untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, penggunaan selain itu dinyatakan sebagai barang terlarang (illegal). Bahkan untuk jenis norkotika dan psikotropika golongan I hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Akibat dari status illegalnya tersebut, siapapun yang memiliki, memproduksi, menggunakan, mendistribusikan dan atau mengedarkan narkotika dan psikotropika dapat dikenakan pidana.
Namun beberapa waktu yang lalu, paling tidak ada 2 keinginan/pernyataan yang dapat mengarah pada upaya melegalkan nerkoba.
Pertama, aksi unjuk raya yang dilakukan oleh kelompok Lingkar Ganja Nusantara (LGN) di kawasan Tugu Tani Jakarta Pusat pada tanggal 7 Mei 2011. Dalam aksinya mereka menuntut sosialisasi manfaat ganja kepada masyarakat dan menuntut melegalkan narkoba jenis ganja sambil membawa spanduk yang bernada tuntutan legalisasi ganja. Diantaranya “Legalisasi Ganja”, “Keluarkan Ganja Dari Golongan I”, “Ganja Bukan Golongan Berbahaya”. Menurut mereka ganja tidaklah berbahaya, malah memiliki sejumlah menfaat.
Kedua, pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Azazi Manuasia, Patrialis Akbar. Patrialis Akbar mengatakan bahwa seseorang yang membawa narkoba jenis sabu-sabu dengan berat kurang dari satu gram tidak akan dipidanakan. Patrialis Akbar juga menegaskan karena penjara di Indonesia penuh sesak, asal bukan pengedar, tidak akan dipidana hanya akan direhabilitasi.
Apakah 2 keinginan tersebut dapat dibenarkan/disetujui ?
Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997 Jo Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009, Ganja termasuk dalam Narkotika golongan I. Penjelasan undang-undang tersebut menjelaskan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Artinya ganja lebih banyak bahayanya dari pada manfaatnya.
Sedangkan sabu-sabu merupakan jenis psikotropika, yang menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 digolongkan pada psikotropika golongan II. Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 59 hingga pasal 72 tidak menggolongkan pada jumlah/berat psikotropoka yang digunakan, tetapi memberikan ancaman pidana kepada orang yang menggunakan, memproduksi, mengedarkan, mengimpor, menyimpan dan atau membawa psikotropika. Artinya ancaman pidana tetap dikenakan kepada mereka walaupun hanya menggunakan di bawah 1 gram. Bila melihat pada ketentuan pidana tersebut, jelaslah bahwa pernyataan Menteri Hukum dan HAM tersebut tidak ada dasarnya.
Hasil survey BNN tahun 2009 menyimpulkan bahwa prevalensi penyalahguna narkoba dikalangan pelajar dan mahasiswa adalah 4,7% (sekitar 921.694 orang). Dari jumlah tersebut, 61% menggunakan narkoba jenis analgesik, dan 39% menggunakan narkoba jenis ganja, amphetamine, ekstasi dan lem. Berdasarkan data Pusat Terapi dan Rehabulitasi BNN, jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan layanan Terapi dan Rehabilitasi diseluruh Indonesia adalah 17.734 orang (jumlah terbanyak pada kelompok umur 20 s.d 34 tahun). Jenis narkoba yang paling banyak digunakan oleh pecandu yang mendapatkan layanan adalah heroin (10.768 orang), selanjutnya secara berurutan adalah jenis ganja (1.774 orang), sabu-sabu   (984 orang), sisanya menggunakan alkohol, amphetamine, dll. Data tersebut merupakan data tahun 2009 bagaimana dengan tahun 2010 dan 2011 ini. Data tersebut berdasarkan pada yang melapor dan yang mengikuti terapi dan rehabilitasi, bagaimana dengan yang tidak terdaftar ? Melihat tren setiap tahun pengguna narkoba makin meningkat, pasti angka tersebut lebih besar lagi.
Setelah melihat bahwa kedua keinginan untuk melegalkan narkoba tersebut tidak ada dasar dan melihat bahwa pengguna narkoba jenis ganja dan sabu-sabu merupakan jenis yang banyak digunakan, sudah sepantasnya dan sepatutnya kedua upaya tersebut tidak disetujui dan tidak diberikan toleransi sedikitpun. Karena apabila disetujui akan berdampak luas terhadap perilaku dan masa depan bangsa Indonesia khususnya generasi muda. Dimasukkan sebagai barang terlarang (illegal) saja jumlah pengguna ganja dan sabu-sabu sudah besar dan meningkat, apalagi kalau sudah dilegalkan. Berapapun beratnya, pengguna narkoba harus dihukum dan dipenjara. Jangan hanya karena manfaat yang sedikit mengabaikan bahaya-bahaya yang ditimbulkan. Jangan karena penjara penuh sesak, lalu mengorbankan dan menghancurkan masa depan generasi muda Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar