Oleh
D. HERMANSYAH
Staf Kecamatan Banyuasin III
Apabila kita masuk di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) kita akan menjumpai spanduk yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral yang bertuliskan“PREMIUM ADALAH BBM BERSUBSIDI HANYA UNTUK GOLONGAN TIDAK MAMPU. TERIMA KASIH TELAH MENGGUNAKAN BBM NON SUBSIDI”.
Tujuan dari tulisan tersebut adalah untuk mengurangi pemakaian premium yang merupakan salah satu BBM bersubsidi, yang pada akhirnya untuk mengurangi anggaran subsidi pemerintah terhadap BBM yang kian membengkak.
Dalam APBN tahun 2011 pemerintah mematok subsidi BBM sebesar Rp. 39 triliun dengan asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia US$ 80 perbarel dan konsumsi 38,6 juta kiloliter. Namun bila kita lihat sekarang ini harga minyak mentah dunia sudah diatas US$ 80 perbarel, berarti subsidi pemerintah terhadap BBM juga meningkat. Berdasarkan hitung-hitungan Pemerintah setiap kenaikan harga minyak mentah US$ 1 perbarel akan menambah subsidi BBM sekitar Rp. 800 miliar.
Pemerintah dalam hal untuk mengurangi beban subsidi BBM sempat menawarkan tiga opsi yaitu :
1. Menaikkan harga premium Rp 500 per liter. Namun untuk angkutan umum diberikan semacam pengembalian uang (cash back). Itu berarti premium bagi motor dan mobil pribadi naik, tapi untuk kendaraan umum tidak.
2. Konversi penggunaan premium ke pertamax bagi kendaraan pribadi. Namun untuk menunjang peralihan tersebut harga pertamax ditetapkan oleh pemerintah, maksimum Rp 8 ribu per liter. Sesuai dengan hasil survei, daya beli masyarakat yang menggunakan pertamax saat ini.
3. Melakukan penjatahan konsumsi premium dengan menggunakan sistem kendali. Dan itu berlaku tak hanya untuk kendaraan angkutan umum, tapi juga untuk kendaraan pribadi. Bila jatah habis, harus membeli BBM non subsidi.
Namun sampai saat ini salah satu dari ketiga opsi tersebut belum ada yang dijalankan oleh Pemerintah, karena ketiga opsi diatas masih perlu kajian yang mendalam. Masing-masing opsi mempunyai kelebihan dan kelemahan (dampak) dalam pelaksanaannya baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat khususnya bagi masyarakat tidak mampu. Nampaknya Pemerintah masih bingung atau berhati-hati mengambil kebijakan opsi mana yang paling tepat dalam upaya mengurangi subsidi BBM. Sampai saat ini Pemerintah hanya dapat menyampaikan himbauan-himbauan untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi dan beralih ke BBM non subsidi baik melalui media telivisi ataupun cetak dan salah satunya melalui tulisan di spanduk tersebut.
Apabila tulisan tersebut bertujuan untuk mengurangi pemakaian Premium yang pada dan akhirnya tujuannya untuk mengurangi subsidi Pemerintah terhadap BBM, menurut penulis hal ini tidak akan berjalan efektif, dikarenakan :
Pertama: Tulisan tersebut hanya himbauan yang sifatnya hanya mengajak, menyarankan tidak ada suatu kewajiban apalagi diiringi dengan sanksi bagi yang tidak mengikutinya. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan bahwa pembatasan konsumsi BBM bersubsidi sampai sekarang ini masih bersifat sukarela. Pengaturan masih bersifat voluntary (sukarela), tidak ada kewajiban orang pindah ke BBM non subsidi
Kedua : Sulit sekali untuk menentukan batasan “Tidak Mampu” dalam hubungannya dengan BBM ini. Indikator apa yang digunakan untuk menentukan suatu golongan termasuk tidak mampu. Selain itu dalam masyarakat kita setiap ada program kemiskinan, baik berupa bantuan atau subsidi berbondong-bondong dan rela mengaku miskin/tidak mampu, sebut saja seperti program BLT, Raskin, BOS, Jamkesmas, Jamsoskes dll. Tidak menutup kemungkinan orang-orang akan berbondong-bondong menemui Ketua RT, Kepala Desa atau Lurah minta surat keterangan tidak mampu untuk mendapatkan premium.
Ketiga : Dalam himbauan tersebut disebutkan “Terima kasih telah menggunakan BBM non subsidi”. Berarti tulisan tersebut ditujukan bagi orang yang mampu menggunakan BBM non subsidi.
Untuk lebih manambah motivasi bagi golongan yang mampu ini seharusnya tidak hanya diberikan ucapan terima kasih saja. Masyarakat sekarang tidak cukup dengan ucapan terima kasih tetapi perlu adanya penghargaan (Award). Bagi orang, golongan, komunitas, organisasi, lembaga pemerintah yang akhirnya mengarah kepada Pemerintah Daerah perlu diberikan penghargaan apabila mereka secara konsisten menggunakan BBM non subsidi, seperti penghargaan-penghargaan yang diberikan kepada mereka-mereka yang berprestasi; bidan teladan, penyuluh KB teladan, guru teladan, Kalpataru, Upakarti, Adipura dll.
Bagi Pemerintah Daerah bila mereka mendapatkan BBM Award ini, selain merupakan kebanggaan tersendiri sekaligus juga menunjukkan bahwa masyarakatnya termasuk “golongan mampu”, dan akan kontras terlihat bila suatu Pemerintah Daerah mengklaim bahwa daerahnya merupakan daerah yang terkaya di Indonesia namun pada kenyataannya masyarakatnya paling banyak menggunakan BBM bersubsidi.
Melihat makin jauhnya perbedaan harga antara BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi, pemberian semacam Award ini diharapkan mereka-mereka yang telah menggunakan BBM non subsidi tidak lagi beralih menggunakan BBM bersubsidi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar